Tren lemparan panjang di Premier League kembali menjadi perbincangan menarik musim ini. Beberapa klub seperti Brentford, Bournemouth, dan Tottenham mulai menghidupkan kembali taktik klasik ini sebagai senjata rahasia untuk mencetak gol cepat.
Teknik ini sempat ditinggalkan pada era permainan berbasis penguasaan bola, namun kini kembali populer berkat efektivitasnya dalam menciptakan peluang di area kotak penalti.
Mengapa Lemparan Panjang Efektif?
Lemparan panjang memberi keuntungan besar terutama bagi tim yang mengandalkan fisik dan kecepatan. Dalam situasi bola mati, teknik ini mampu menciptakan peluang tanpa perlu menguasai permainan lama.
Menurut analis taktik Premier League, lemparan panjang bisa menghasilkan “set piece tersembunyi” — di mana bola yang dilempar langsung ke kotak penalti dapat menciptakan kekacauan di lini belakang lawan.
Brentford misalnya, mencatatkan tiga gol dari situasi lemparan panjang musim ini. Bournemouth juga memanfaatkan strategi serupa dengan pemain mereka, Marcus Tavernier, yang dikenal memiliki lemparan jarak jauh akurat.
Tim-Tim yang Sukses Gunakan Strategi Ini
- Brentford
Di bawah Thomas Frank, Brentford dikenal sebagai tim yang memaksimalkan setiap peluang bola mati. Lemparan panjang mereka sering diarahkan ke area tiang jauh, di mana Ivan Toney siap menyambut. - Tottenham Hotspur
Ange Postecoglou memberi kebebasan bagi bek sayapnya untuk melakukan lemparan panjang, terutama ketika Harry Kane masih menjadi target utama. Sekarang, pemain seperti Cristian Romero kerap menjadi penerima bola di situasi seperti ini. - Bournemouth
Klub ini menjadikan lemparan panjang sebagai cara menekan lawan secara langsung. Dengan kombinasi kecepatan dan kekuatan fisik, mereka menciptakan peluang bahkan dari sisi lapangan.
Evolusi Taktik Lemparan Panjang
Dulu, lemparan panjang identik dengan permainan tradisional Inggris. Namun kini, dengan bantuan analisis data. Banyak tim mempelajari titik ideal untuk melempar bola dan posisi pemain terbaik dalam duel udara.
Menurut data dari Opta, 12% dari gol Premier League musim ini berasal dari situasi lemparan panjang atau bola kedua setelahnya — angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Pelatih-pelatih modern seperti Mikel Arteta dan Eddie Howe bahkan mulai meneliti cara mengadaptasi taktik ini agar lebih efisien tanpa kehilangan kontrol permainan.
Peran Pelatih dan Analis dalam Tren Ini
Pelatih modern tak lagi menganggap lemparan ini sebagai taktik “jadul”. Dengan pendekatan berbasis statistik, klub kini menempatkan pelatih khusus bola mati (set-piece coach) yang menganalisis setiap peluang dari lemparan ke dalam.
Misalnya, Brentford merekrut Bernardo Cueva, analis bola mati dari Meksiko, untuk mengoptimalkan momen-momen seperti ini. Hasilnya terlihat nyata — mereka menjadi salah satu tim dengan efisiensi bola mati terbaik di liga.
Dampak Psikologis bagi Lawan
Menariknya, taktik lemparan ini juga menimbulkan efek psikologis bagi lawan. Tim yang sering menghadapi lemparan jauh cenderung lebih tertekan dan melakukan kesalahan.
Bek lawan biasanya terpaksa menurunkan garis pertahanan, sementara kiper harus siap menghadapi duel udara yang intens.
Pelatih Bournemouth mengatakan, “Kami tidak hanya mengandalkan bola panjang, tapi juga memaksa lawan berpikir dua kali setiap kali bola keluar dari lapangan.”
Kesimpulan: Tradisi Lama dalam Kemasan Modern
Tren lemparan ini di Premier League 2025 menunjukkan bahwa strategi lama bisa tetap relevan jika dikemas dengan pendekatan modern. Klub-klub seperti Brentford dan Tottenham membuktikan bahwa efektivitas bukan hanya soal penguasaan bola, tetapi juga bagaimana memanfaatkan setiap momen kecil di lapangan.
Taktik ini mungkin sederhana, namun dalam sepak bola modern — efisiensi adalah segalanya.